I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rekayasa budidaya merupakan suatu upaya umat manusia untuk meningkatkan dan mengoptimalkan produksi budidaya dengan cara memanipulasi faktor-faktor lingkungan hayati maupun non hayati, karena adanya keterbatasan faktor-faktor lingkungan yang ada dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian.
Ditetapkannya udang sebagai salah satu komoditas perikanan yang harus ditingkatkan produksinya cukup beralasan, karena udang merupakan primadona ekspor hasil perikanan Indonesia yang usaha budi dayanya telah terbukti memiliki backward dan forward lingkage yang cukup luas bagi aktivitas ekonomi masyarakat. Menurunnya aktivitas usaha budi daya udang di beberapa sentra produksi beberapa tahun terakhir ini, telah membawa dampak yang cukup signifikan bagi menurunnya pertumbuhan ekonomi masyarakat di beberapa kawasan budi daya tersebut.
Beberapa upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan produksi udang antara lain melalui ekstensifikasi usaha budi daya udang pada lahan baru yang potensial, revitalisasi budi daya udang pada lahan tambak yang terbengkalai (idle), dan melakukan pemeliharaan udang jenis unggul, yaitu jenis udang yang mempunyai peluang keberhasilan tinggi dengan masa pemeliharaan yang relatif pendek. Sedangkan untuk meningkatkan pemasaran udang, maka peningkatan produksi harus diikuti dengan upaya peningkatan daya saing produk melalui peningkatan mutu, pengembangan produk bernilai tambah dan menekan biaya produksi (efisiensi) (www.pikiran-rakyat.com)
Dan salah satu jenis udang yang diupayakan tersebut adalah udang windu (Penaeus monodon) yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia dan menjadi salah satu produk unggulan perikanan Indonesia di pasar internasional.
Akan tetapi, dalam beberapa tahun ini produk udang Indonesia yang diekspor ke luar negeri mengalami penurunan akibat penolakan dari negara-negara pengimpor yang disebabkan karena produk udang Indonesia tidak memenuhi standar yang sesuai dengan ketentuan dari negara pengimpor.
Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut, dipandang perlunya suatu upaya peningkatan mutu produk udang Indonesia utamanya udang windu (P. monodon). Dan salah satu cara untuk mengatasinya yaitu dengan cara melakukan suatu kegiatan pembenihan udang windu melalui suatu teknologi rekayasa budidaya yang tepat guna dan tetap memperhatikan aspek kelayakan pengembangannya sehingga dapat dihasilkan suatu produk udang windu yang memenuhi standar produk internasional, dan dapat meningkatkan devisa negara, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya udang windu.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
ô Untuk mengetahui teknik rekayasa budidaya perikanan, utamanya pada organisme udang windu (P. monodon).
ô Untuk mengetahui fasilitas-fasilitas yang digunakan pada pembenihan udang windu (P. monodon)
II. METODE PRAKTEK
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 24 November 2006, pada pukul 16.00–17.30 Wita, yang bertempat di Balai Benih Udang (BBU) Mata, Kelurahan Purirano, Kecamatan Kendari.
B. Metode Pengambilan Data
Praktikum ini dilaksanakan dengan cara melakukan kunjungan langsung ke Balai Benih Udang (BBU) Mata, Kelurahan Purirano, Kecamatan Kendari. Data yang didapatkan diperoleh dengan metode wawancara langsung dengan salah seorang staf di Balai Benih Udang (BBU) Mata.
III. PEMBAHASAN
Dari hasil wawancara langsung dengan salah seorang staf Balai Benih Udang (BBU) Mata diperoleh data perlengkapan dalam pembenihan udang windu (P. monodon) sebagai berikut :
Ø Induk


a b
Gambar 1. Induk udang windu (P. monodon) tampak atas (a) dan tampak bawah (b)
ô Harga induk Rp. 100.000/ekor
ô Ukuran 25–27 cm
ô Berat induk 250 gr (tiga sampai empat ekor/kg)
ô 20 ekor betina dan 6 ekor jantan untuk 20 buah bak
ô Perbandingan jantan dan betina dalam satu bak adalah 2 : 5
Ø Sarana Budidaya, yang terdiri atas
1. Bak larva sebanyak 14 buah
ô Delapan buah berukuran 3 x 8 m
ô Enam buah berukuran 3 x 4 m
ô Tinggi masing-masing bak 1,5 m
2. Bak kultur artemia
ô Sebanyak dua buah
ô Kapasitas masing-masing 250 lt
ô Berukuran 4 x 4 m


a b
Gambar 2. Bak Artemia (a) dan Bak Larva (b)
3. Bak Induk, bak induk harus selalu tertutup agar suhunya tidak naik ;
ô Berjumlah dua buah
ô Diameter 3 m
ô Tinggi 1,5 m
ô Berbentuk lingkaran
Umumnya bentuk bak induk pada hatchery udang windu adalah bulat dengan ukuran diameter 4-10 m (Nurdin, 2005)
4. Bak fiber (untuk pemijahan)
a. Sebanyak empat buah
b. Kapasitas 1 ton


a b
Gambar 3. Bak Induk (a) dan Bak Pemijahan (b)
5. Bak reservoir air laut yang tersusun atas
ô Pasir
ô Ijuk
ô Arang
ô Pompa
6. Bak penampungan air laut
ô Kapasitas 40 ton/bak
ô Jarak antar kotak ± 80 cm


a b
Gambar 4. Bak Penampungan Air Laut (a) dan Bangunan Pompa Air (b)
Bak-bak yang ditempatkan secara out door hanya bak larva dan kultur pakan alami saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurdin (2005), bahwa bak-bak produksi pakan alami (phytoplankton dan penetasan kista artemia) ditempatkan dalam bangunan semi tertutup dan beratap transparan. Demikian pula bak kolam pemeliharaan post larva dapat dibuat di out door. Sedangkan bak-bak untuk pemeliharaan induk dan perkawinan, peneluran dan penetasan, pemeliharaan larva harus tertutup untuk menghindari pengaruh gangguan dari luar, terutama cahaya matahari dan hujan serta pengaruh fluktuasi suhu lingkungan. Bak-bak ini sebaiknya ditempatkan/berada dalam bangunan yang beratap dan berdinding. Khusus untuk bak pemeliharaan induk, bak perkawinan, bak peneluran dan penetasan pada hatcery udang windu, suasana ruangannya harus diciptakan untuk dapat digelapkan dan dapat pula memperoleh sinar/disinari matahari pada waktu tertentu yang dikehendaki.
7. Blower kodok
ô Daya 50 watt sebanyak tiga buah
ô Daya 100 watt sebanyak dua buah
ô Daya 200 watt sebanyak dua buah
8. Ring blower/root blower
ô Kapasitas 2 inci 3 pase
ô Daya 1,5–3 PK


a b
Gambar 5. Blower Besar (a) dan Blower Kecil (b) Ø Perlakuan suhu air
Air yang akan dipakai dalam pembenihan sudah dimasukkan ke dalam bak-bak larva satu hari sebelum air tersebut dipakai, kemudian ditutup dengan menggunakan terpal untuk menghindari sinar matahari secara langsung.
Ø Panen
Panen mencapai 200–400 ribu ekor/bak, atau tiga sampai empat juta ekor/siklus
Ø Sumber air
Sumber air minimal berjarak 100 m dari bibir pantai.
Ø Benih
ô Harga benih Rp. 27–28 (PL 8–12) untuk kota Raha
Rp. 23–25 (PL 8–12) untuk pasar lokal
ô PL 8–9 paling aman untuk pengangkutan jarak jauh dengan kepadatan 5000 ekor/kantong.
Ø Pakan
a. Induk
Untuk induk udang windu (P. monodon) diberi pakan berupa :
ô Hati sapi
ô Cumi-cumi
ô Kerang darah
ô Kepiting bakau/rajungan
ô Cacing laut
Udang dewasa makanannya dapat berupa daging binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing annelida, udang-udangan, serta anak serangga (Chironomus) (www.digilib.brawijaya.ac.id).
b. Larva
ô PL 1–4 diberi pakan plankton berupa artemia, selain itu juga diberi pakan berupa skeletonema.
Diatomae untuk makanan larva udang yang merupakan hasil pemupukan adalah spesies Chaetoceros, Skeletonema dan Tetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter. Artemia/zooplankton diambil dari kolam diatomae dan diberikan kepada larva udang mysis dan post larva (PL5-PL6) (www.warintek.progressio.or.id).
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Teknik rekayasa dalam budidaya udang windu (P. monodon) yaitu dengan memanipulasi suhu wadah bak pemijahan serta pemberian pakan yang tinggi protein untuk merangsang agar induk dapat dengan cepat matang gonad agar dapat lebih cepat untuk dipijahkan.
2. Fasilitas-fasilitas yang digunakan dalam pembenihan udang windu antara lain :
- Bak reservoir
- Bak penampungan air laut
- Bak induk
- Bak larva
- Bak pemijahan
- Bak kultur artemia
B. Saran
Saran saya agar pada praktikum selanjutnya, praktikan dapat secara langsung mempraktekkan teknik rekayasa dalam pemijahan udang windu (P. monodon) sehingga mahasiswa dapat mengetahui secara langsung bagaimana proses dan teknik dari pembenihan udang windu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nurdin, A. 2005. Prosiding. Materi Kuliah Bahan Dan Rancang Bangun Akuakultur. Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar